Perundingan di atas Kapal Renville
Peran Pelajar Pejuang dalam Perang Kemerdekaan
Pelajar pejuang mengambil prakarsa melatih para pemuda
di desa-desa untuk melaksanakan strategi pertahanan rakyat semesta. Yang
berasal dari Sekolah Teknik dalam Tentara Genie pelajar berprakarsa membuat
senjata diantaranya granat tangan, tekidanto, bom Molotov, bom tarik dan
sebagainya. Pemuda Pelajar yang kemudian bernama dalam Tentara Pelajar
mengintegrasikan diri dengan kekuatan perjuangan lain dan ikut aktif dalam
berbagai front seperti Jrakah, Candiroto dan Ambarawa di Semarang. Penugasan ke
front dilakukan secara bergilir dan gabungan antar pasukan. Bagi yang belum
mendapat giliran akan dibekali dengan pemahaman tentang strategi pertahanan
rakyat semesta (people defense), bela Negara dan teknik-teknik kemiliteran
seperti membuat rintangan di jalan, lubang-lubang perlindungan, pengumpulan
bahan makanan dan sebagainya. Pada umumnya, para pemuda dan pelajar yang tidak
ikut bergabung dalam pasukan-pasukan organik Tentara Pelajar, bergabung dengan
KODM (Komando Order Distrik Militer) dan Palang Merah Indonesia (PMI).
Di pagi buta, 21 Juli 1947, pasukan Belanda melakukan
aksi polisionil di berbagai tempat. Mojokerto, Malang dan Salatiga berhasil
diduduki satu per satu. Pasukan Belanda yang ada di kota Semarang bergerak
menuju Solo, tetapi berhasil dihambat di Salatiga oleh TNI dan laskar pejuang
lainnya. Di Tenggara hanya sampai Kedungjati. Pasukan yang bergerak di sisi
Timur hanya sampai di Tanggulangin, sebelum masuk kota Kudus. Sementara itu,
gerak pasukan Belanda juga dihambat oleh Tentara Pelajar IMAM (Indonesia
Merdeka atau Mati). Dengan sistem bergilir, semakin banyak anggota pasukan
Tentara Pelajar meninggalkan bangku-bangku sekolahnya dengan satu tekad atau
sumpah “ Kami tidak akan kembali ke bangku sekolah sebelum tentara penjajah
enyah dari bumi Indonesia”. Tugas Tentara Pelajar selain menahan laju
pasukan Belanda bersama TNI, juga melakukan sabotase, penghadangan dan gangguan
terhadap pos-pos atau markas pasukan Belanda.
Ciase Fire (Gencatan Senjata)
Atas perintah Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-bangsa (DK – PBB), terhitung sejak 1 Agustus 1947 diadakan gengcatan
senjata di bawah pengawasan Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Amerika
Serikat, Australia dan Belgia. Perundingan dilaksanakan di atas kapal Renville
milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) pada tanggal 8 Desember
1947. Isi perjanjian Renville diantaranya adalah agar pasukan gerilya ditarik
dari daerah-daerah kantong ke wilayah RI. Meski sangat mengecewakan para pejuang,
tetapi komando Jenderal Sudirman selaku panglima besar tetap dipatuhi.
Saat-saat seperti itu biasanya dimanfaatkan oleh sebagian anggota Tentara
Pelajar untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah darurat atau yang
terdekat dengan pos mereka. Kesiap-siagaan terhadap kemungkinan adanya serangan
dadakan dari pasukan Belanda tetap dilakukan di pos atau markas masing-masing
mengingat pengalaman atas kelicikan tentara penjajah tsb. Satu diantara banyak saksi bisu atas kelicikan
tentara penjajah Belanda diabadikan sebagai nama jembatan kereta api di kota
Kebumen (pen).
Tugu Renville
Jembatan Renville