dalam serba satu: satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa
Apakah kita, masih punya rasa rindu pada negeri ?
Apakah kita masih punya rasa cinta pada negeri ?
Apakah kita, masih punya rasa memiliki pada negeri ?
Apakah kita, masih punya lagu
kebangsaan negeri
Apakah jiwa kita masih bergetar bergelora
ketika lagu kebangsaan dikumandangkan ?
Lagu kebangsaan bukan lirik-lirik lagu iseng tak berhati
tak berjantung, tak bersukma, menjadi tak bermakna,
menghambar dan termusnah
Lagu kebangsaan tak diciptakan sambil onani
di atas WC yang mampet !
Pernahkah lagu kebangsaan meruang sukma,
memacu kesadaran membangun keselarasan hidup ?!
Setiap lagu kebangsaan sarat pada motivasi
memacu kesadaran menjunjung teguh
hakikat kemanusiaan
Sebagai anak bangsa
dari satu rahim ibu pertiwi,
apakah kita merasa punya sepenuhnya lagu kebangsaan ?
Atau malah sebaliknya, menjadi turis hobi keluyuran
dengan gaya hidup serabutan, makan minum, tidur
dan rajin soal begituan ?
Apakah yang ada di rumah sebelah ?
Lagu-lagu kebangsaan hanya dijadikan penghias lemari
dikalahkan parade lagu-lagu hits impor dan
kumpulan lagu kembang semusim.
Sehingga semakin jauh jarak jiwa dengan
semangat kebangsaan
sebagai anak negeri
Lagu kebangsaan bukan herit pekik yang mendendangkan
tentang kematian alam pikiran, menyebarkan bau amis nanah
dari koreng kemiskinan yang melumpuhkan daya hidup!
Lihatlah,
ibu negeri terjepit di tanah retak,
mengerang ditindas luka.
Batinnya berdarah, ketika lagu kebangsaan
ditipu jiwanya, diperkosa kesuciannya
ditelanjangi ruhnya, menggelepar
terbuang di tanah lumpur!
Buat apa nyatakan cinta pada negeri,
kalau kita gagap menyanyikan lagu Indonesia Raya!
Apa maksudnya setiap pada tanah air
Apabila kita tak mengenal lagu Bagimu Negeri
Bagaimana nyatakan pembela bangsa
kalau kita tak pernah menghafal lagu Halo-halo Bandung!
Apakah kita cukup puas jadi bei atau kakatua ?
Apakah kita cukup puas jadi bei atau kakatua ?
Oh Ibu negeri luruh termangu di lembah-lembah
kabut duka !
Kesabarannya meleleh, melendir sebab ternista !
Sementara kita, terus memisahkan jarak ruang dan waktu
meniadakan harapan mulia atas kepentingan bersama
rindukan surga di bumi kita punya?
Badai gelisah terus menerpa dan menghujam, tak tentu masa !
Lagu kebangsaan dianggap nyanyian sumbang
tak punya naluri, tak mendarah, tak mengurat,
tak mendaging, tak menulang, tak jadi jeroan
mengisi alam sadar, jadi harum kayu cendana!
Mengapa kita gemar membuat Ibu negeri mengerang
meluka batin, tersayat, berdarah, beku terbalut kafan,
lantaran kita tak ambil pusing, untuk menjaga, merawat
ketenangan mata jiwanya
Sementara,
kita selalu terlena mendengarkan lagu
hingar bingar pekik pembantaian
tanpa memikirkan kedukaan saudara sebangsa,
yang dilahirkan di tanah serupa
Lagu kebangsaan,
bukan dijadikan penghuni
laci lemari!
Trilogi Sajak Bambang Oeban: Kepada Presiden yang Ter....
Cetakan Pertama : Pebruari 2011
PT. Ufuk Publishing House, 2011