Oleh : H. Suwignyo
Pengantar
Akhir tahun 1949, hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) memutuskan
pasukan Angkatan Bersenjata RI secara bertahap akan masuk kota Semarang dan
sebaliknya, pasukan Belanda ditarik mundur dari kota itu. Tanggal 27 Desember
1949 adalah hari yang ditetapkan dalam KMB sebagai hari “penyerahan kedaulatan”.
Maka, sebelum tanggal itu pasukan TNI harus masuk kota Semarang (juga Surabaya,
Bandung dan Jakarta). Oleh pimpinan TNI yang diperintahkan masuk Semarang
adalah pasukan TP (Brigade 17). Didampingi Batalyon dan Brigade SS yang telah
berada di sekitar kota itu.
Masuk Kota Gombong
Sekitar 10 Desember 1949, Seksi (Sie) Sumardi yang
dipersiapkan masuk Gombong mulai bergerak dari Kuwarasan di Selatan ke
Jatinegara (Sempor, Utara Gombong). Di sana mereka bertemu pasukan Suwarno
Bulet yang semula ada di Kebumen. Empat hari kemudian, kedua pasukan ini masuk
Gombong dan dari Selatan masuk juga pasukan “Werkudoro” dipimpin Kapten
Sumantoro. Keduanya bertemu di lapangan dekat benteng dan melakukan apel
bersama. Pasukan TP menempati dua rumah bekas anggota KNIL di depan benteng
dengan tugas utama patrol kota dan mengawal kereta api dari Gombong ke Stasiun
Ijo. Di tengah penugasan ini, dua anggota
pasukan TP: mas Sumardi dan mas Rusmin dipanggil menghadiri reorganisasi
di tubuh Detasemen III dengan hasil sebagai berikkut:
1.
Anggota Kompi II
dan V yang setingkat SMA masuk Kompi II, sisanya masuk Kompi V.
2.
Anggota Kompi III
dan IV yang setingkat SMA masuk Kompi III dipimpin oleh mas Wiyono. Sisanya
masuk Kompi IV dan dipimppin oleh mas Suwarno.
3.
Ex Seksi
Subiyono, Sumardi dan Suwarno/Panuju Widayat yang setingkat SMA masuk Seksi
Rusmin Nuryadin sebagai Seksi I Kompi III Detasemen III Brigade 17 TNI. Seksi
inilah yang ditugaskan masuk Kota Semarang.
Tidak semua anggota
Seksi Rusmin ikut. Dua diantaranya: Nico Suparman dan Yusuf Sudirjo karena
sangat kangen dengan keluarga, mereka pergi ke Jakarta dan meneruskan sekolah
di kota ini.
Berangkat Ke Semarang
Pasukan TP dari Gombong diberangkatkan dengan kereta
api ke Kutoarjo. Dari sini, kami bergabung dengan pasukan Subiyono (Purworejo)
kemudian dilanjutkan dengan bus menuju Blabak – Magelang lewat Salaman dan Borobudur.
Hal itu terjadi atas permintaan dari teman-teman TP yang ada di Magelang untuk
meramaikan tugas mereka memasuki Kota Magelang selama dua hari (20-21 Desember
1949). Baru pada 22 Desember, kami berangkat ke Semarang dari Stasiun Blabak
dengan perintah agar di kota Magelang dan memasuki Ambarawa, semua jendela
harus ditutup. Dari Ambarawa kami dibawa dengan kereta ke Kedungjati menunggu
kedatangan kereta dari Solo.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kami dibawa se
stasiun Alastuwo yang jaraknya sekitar 12 Km dari kota Semarang. Dari sini kami
dijemput dengan truk militer yang dikemudikan oleh anggota pasukan dari Kompi
II, Dulman (kalau tidak salah ingat). Menjelang maghrib, pasukan Garuda
(sebutan untuk Kompi III) mulai masuk kota dan manuju satu sekolah (SMP Kanisius)
Poncol bersama teman-teman dari Kompi II Yogya yang melakukan longmarch sambil
membawa dua buah senapan ukuran 12,7. Di tempat ini kami langsung mendapat
pembagian seragam baru berwarna khaki dan sepatu boot militer banyak yang
kedodoran. Sementara itu, seragam lama drill hitam kami simpan. Hanya sekitar
dua hari kami berada di Poncol dan segera dipindah-tugaskan ke Sektor Timur
bagian Utara menempati rumah-rumah penduduk di Kelurahan Bogangan. Tak lama
kami bertahan di situ, kemudian dipindah lagi ke Mlaten di Handelsschool
bersama semua pasukan TP sampai saat demobilisasi pada April 1951.