Dalam catatan saya tentang makna kutipan yang ada dalam info profil
Facebook, ada satu hal yang ingin selalu saya kedepankan sebagai faktor kontrol
diri. Sekadar mengingatkan, kutipan “jangan suka memelihara kebodohan..dst”
adalah salah satu jeda. Terminal kehidupan, katakan begitu. Ibarat sebuah
angkutan umum jarak jauh, tak banyak aktivitas menaik-turunkan penumpang selain
mengistirahatkan kendaraan dan seluruh awak bus. Juga memberi kesempatan kepada
penumpang untuk melepas kepenatan sepanjang perjalanan.
Istilah “jeda” saya pakai karena lebih sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
Bahwa perjalanan hidup manusia pada saat tertentu akan mencapai sebuah titik
nadir. Entah itu bernama sukses atau gagal. Seperti disebut Say “the law of
diminishing return”. Jeda itu adalah titik pencapaian. Kalau itu bermula dari
suatu keinginan, cita-cita atau rencana strategis, maka di sesi jeda itulah
kita akan tahu hasil pencapaian itu. Di puncak, lembah dan ngarai akan mudah
dilihat lebih utuh. Kalau tak terhalang oleh kabut. Dari puncak itu pula, kita
dapat mengetahui betapa kecilnya diri dibanding alam semesta.
Cita-cita adalah gambaran besar keinginan manusia tentang masa depannya.
Semuanya serba baik dan besar. Baik karena memotivasi diri untuk menggalang
kemampuan mewujudkan cita-cita itu. Ada yang mampu berlari secepat kilat, tapi
tak sedikit yang tertatih menahan beban tubuh dan suasana lingkungan. Bahkan
sangat banyak yang harus terjerembab ke lembah hitam. Cita-cita yang dilandasi
dengan kemampuan baik dalam pengendalian diri akan melapangkan jalan menuju
puncak. Menikmati masa jeda dengan beragam kebaikan sebelum menurun kemampuan
kita. Pengendalian diri yang bersumber dari kehidupan yang berpola.
Membandingkan dengan suasana kekinian di sekitar kita, ketika banyak orang
tak lagi mampu mengenal dirinya. Maka, menggantungkan cita-cita setinggi langit
seperti ajakan Bung Karno dalam memotivasi semangat hidup bangsa Indonesia yang
baru terlepas dari suasana penjajahan bangsa asing nampaknya merupakan suatu obsesi yang berpotensi utopis. Pola
hidup gotong-royong telah banyak berubah menjadi kolaboratif dalam arti
negatif. Kolaborasi adalah bekerjasama dengan “orang asing”. Kata dalam tanda
kutip sebenarnya merupakan akronim dari : bukan orang asing, tapi suka
mengasingkan diri. Orang-orang yang mengatas-namakan dirinya Indonesian. Tak
pernah tahu apa, siapa dan mengapa Indonesia itu? Mereka hidup dari dan dengan
Indonesia. Tapi sangat diragukan
bersedia mati demi Indonesia. Bagi
mereka, hidup ini harus dinikmati senikmat-nikmatnya meski harus menjadi
benalu. Bahkan penghianat. Kalau perlu menjadi pelacur. Yang penting: hepi.. mungkin
hanya itu yang ada di benak. Naudzubillahi min dzalik.