Pada tanggal 25 September
1945, diselenggarkan Kongres Pemuda Pelajar seluruh Jawa dan Madura yang
dihadiri oleh perwakilan-perwakilan Gabungan Sekolah Menengah. Kongres dimulai
dengan mengadakan rapat raksasa di stadion Kridosono. Selain para pelajar yang
jumlahnya sekitar 8.000 orang, hadir pula Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Paku
Alam VIII dan Ketua Komite Nasional Daerah Yogyakarta. Ketua Gabungan Sekolah
Menengah Mataram mengatakan bahwa dalam kongres ini akan diadakan musyawarah
untuk menentukan sikap para pelajar, sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
menegaskan antara lain bahwa pemerintah sedang menutut pengakuan resmi dari
dunia internasional. Karena itu, rakyat harus membantunya.
Keputusan yang paling penting
dari Kongres ini adalah pembentukan Ikatan Pelajar Indonesia yang disingkat IPI
sebagai wadah seluruh pelajar Indonesia. Sebagai Ketua dipilih Anto Sulaiman,
seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta. Keputusan yang lain diantaranya
adalah sebuah mosi yang menyatakan bahwa :
1. Kami adalah pelajar
Indonesia
2. Menolak menjadi
pelajar lain dari pada Pemerintah Indonesia
3. Menyediakan tenaga,
jiwa dan raga untuk kepentingan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia
Keputusan ini kelak menjadi “ Ikrar Pelajar Republik
Indonesia”. Penyelenggaraan Kongres dilakukan oleh pelajar sendiri. Sejak saat
itu, di setiap ada Gabungan Sekolah Menengah dibentuk Ikatan Pelajar Indonesia.
Pada tanggal 1 – 5 Januari 1946, Ikatan Pelajar
Indonesia mengadakan Kongres di Madiun. Dalam Kongres itu diadakan perubahan
dalam susunan pengurus besar. Ketua dijabat Tatang Mahmud. Dalam susunan yang
baru itu terdapat Bagian Pertahanan yang diketuai oleh Suyitno. Hal ini
dipandang perlu karena pada waktu itu tentara Inggris sudah mendarat dan di
sana-sini terjadi pertempuran sehingga harus ada bagian yang mengenai para
pelajar yang berjuang digaris depan. Satuannya disebut pasukan Ikatan Pelajar
Indonesia dan lebih dikenal sebagai pasukan IPI. Dengan demikian, Ikatan Pelajar
Indonesia memiliki dua bidang kegiatan yaitu bidang sosial dan militer.
Pembentukan Ikatan Pelajar Indonesia Bagian Pertahanan
segera diikuti oleh Ikatan Pelajar Indonesia di beberapa kota. Di Yogyakarta,
pembentukan Ikatan Pelajar Indonesia Bagian Pertahanan diputuskan dalam suatu
rapat yang diselenggarakan di gedung Soboharsono. Sebagai ketua dipilih Hartono
Kadri dan Suyitno sedang wakil ketuanya, Martono.
Selaku wakil Ketua Ikatan Pelajar Indonesia Bagian
Pertahanan, Martono segera melakukan hubungan dengan semua Sekolah Menengah di
Yogyakarta. Propaganda keliling hampir dilakukan di setiap sekolah untuk
membentuk pasukan pelajar. Ini bukan berarti para pelajar di Yogyakarta waktu
itu belum ikut dalam pertempuran. Namun masih tersebar di berbagai badan
perjuangan bersenjata sehingga tidak mungkin diatur agar tetap belajar sambil
bertempur karena anggota lain bukan pelajar. Gagasan ini yang ditanamkan dan
mendapat sambutan hangat sehingga banyak pelajar yang ingin menggabungkan diri
dalam pembentukan pasukan khusus pelajar yang bernaung di bawah Ikatan Pelajar
Indonesia.
Mula-mula gagasan ini dicetuskan dan didukung oleh
lima orang pelajar Sekolah Guru Tinggi, ialah Sutomo, Moch. Said, Abdul Gofur,
Warsito dan Martono. Kemudian disampaikan kepada Ketua Pengurus Besar Ikatan
Pelajar Indonesia Tatang Mahmud dan mendapat persetujuan.
Kekuatan yang terbesar adalah Sekolah Menengah Tinggi.
Tokoh yang mempunyai pengaruh besar adalah Atmono dan Titi Dewi yang sering
datang ke kantor Ikatan Pelajar Indonesia dan menyambut baik adanya pasukan
Ikatan Pelajar Indonesia. Maka dibentuklah Ikatan Pelajar Indonesia Bagian
Pertahanan yang mempunyai pasukan di mana pengurus selain ke lima nama tersebut
di atas ditambah dengan Atmono dan Titi Dewi.
Pada tanggal 10 Juni 1946 diadakan rapat raksasa di
depan Istana Negara (sekarang Gedung Negara) di mana hadir beribu-sibu pelajar.
Setekah Presiden Soekarno keluar dari istana, para
pelajar menyatakan siap di belakang pemerintah dan siap dikirim di medan laga.
Pada rapat itu diumumkan juga, bahwa siapa yang ingin menjadi pasukan Ikatan
Pelajar Indonesia supaya mendaftarkan diri ke kantor Ikatan Pelajar Indonesia
Jalan Tugu Kulon no 70 (sekarang Jl. Diponegoro).
Pelajar yang mendaftar berasal dari berbagai sekolah,
kemudian diumumkan bahwa, bagi mereka yang telah mendaftarkan agar pada tanggal
17 Juli 1946 jam 07.00 berkumpul di ksatrian Tentara Keamanan Rakyat di Pingit
(sekarang Jl. Kyai Maja) untuk upacara pembukaan latihan dan peresmian Ikatan Pelajar
Indonesia Bagian Pertahanan yang merupakan embrio Tentara Pelajar oleh Jendral Mayor
Dr, Mustopo. Latihan dilakukan di lapangan Militer Akademi berupa baris-berbaris,
pengenalan senjata ringan, ilmu medan, taktik serangan dan pertahanan. Pelatihnya
adalah pelatih dan kadet Militer Akademi. Lama latihan dua minggu. Pasukan yang
latihan ini dipimpin oleh Polly Soelistyo. Jumlah pasukan sebesar satu Seksi dan
dibagi menjadi regu-regu menurut sekolah masing-masing.
Selain pasukan Ikatan Pelajar Indonesia, di Yogyakarta
juga terdapat pasukan dari Organisasi Pelajar Sulawesi. Anggotanya terdiri dari
pelajar-pelajar Makasar yang sebelumnya berjuang melawan Belanda. Karena tekanan
pihak lawan, maka secara berangsur-angsur mereka menuju Pulau Jawan dan ditampung
di Yogyakarta. Organisasi Pelajar Sulawesi dibentuk pada Januari 1947 dan terkenal
dengan singkatan PERPIS. Ketuanya adalah M. Risa dengan sekretaris Tajudin. Kemudian
berkembang dan bertambah anggotanya, karena banyak pelajar-pelajar asal Sulawesi
telah berada di Yogyakarta dan sekitarnya menggabungkan diri. Persatuan Pelajar
Sulawesi diresmikan berdirinya pada bulan Pebruari 1947 di asrama Blunyah Petinggen.
Sebagai organisasi pelajar maka Persatuan Pelajar Sulawesi menjadi Ikatan Pelajar
Indonesia.
Di Pacitan, mula-mula pelajar membentuk organisasi dengan
nama “Gerakan Pemuda Pelajar Pacitan”. Dalam perkembangannya, organisasi ini dirubah
menjadi “Persatuan Pemuda Pejuang Pacitan” yang disingkat P4.
Sumber: Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan dan Pembangunan,
Pusat Sejarah TNI, 1996