Sidik yang merupakan mantan pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam Tentara Pelajar nasional, memasuki sembilan puluh tahun lebih. Warga Desa Brumbung, Kecamatan Mranggen, ini telah pikun dan sering keluar rumah sendirian, tak jarang ia juga membawa senjata tajam sehingga membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.
Kakek belasan cucu dan lima anak ini juga sulit diajak berkomunikasi, selain fungsi pendengarannya telah berkurang, kenangan masa perjuangan begitu lekat di ingatannya. Hampir semua jenis pertanyaan selalu dijawab dengan cerita kegigihan para pejuang untuk memperebutkan kemerdekaan.
Pertempuran lima hari di Semarang merupakan peristiwa yang paling diingat, karena banyak rekan-rekan seperjuangannya yang gugur, beruntung saat itu ia bersama sejumlah pejuang lainnya berhasil selamat setelah mundur sementara dari medan perang. Baca juga mengenang perjalanan Sie Rusmin masuk kota Semarang (pen).
Meski telah mempertaruhkan nyawanya untuk mengusir penjajah, tak serta merta ia mendapatkan penghidupan yang layak setelah kemerdekaan, tak mudah baginya untuk mendapatkan gaji pensiun veteran.
Surat keputusan Departemen Pertahanan tentang gelar kehormatan pejuang yang diperoleh pada tahun 1951 juga tidak lantas membuatnya langsung mendapatkan gaji pensiun veteran, baru sekitar 17 tahun terakhir ia mendapatkan tunjangan hari tua untuk para pejuang, itupun melalui proses berbelit yang sangat lama dan menelan biaya besar. Bahkan rumah dan sawah telah dijual untuk mengurus dana pensiun tersebut. Kisah pilu mantan pejuang kemerdekaandi Demak
Banyak cerita serupa yang dialami oleh para pejuang kemerdekaan Bangsa Indonesia. Meski Bung Karno menyatakan jargon jas merah, jangan (pernah) melupakan sejarah. Tapi cerita pilu Pak Sidik dan yang lain seolah tiada pernah ada upaya serius dari pemerintah baik melalui dinas sosial dan khususnya Kantor Administrasi Veteran (Kaminvet) yang ada di Kabupaten/Kota. Kasus penelantaran dan penghilangan administrasi di Kaminvet sudah sering terjadi entah disengaja atau tidak. Bahkan kejadiannya menimpa orang yang mendirikan dan aktif dalam Batalyon Veteran dan Demobilisan (Yonved) sebagai cikal bakal LVRI (Legiun Veteran RI).
Kisah-kisah: Mantan pejuang hidup tak layak di hutan ; Catatan pilu kemerdekaan di mata mantan para veteran atau Kami Sekarang Hidup Susah adalah bagian kecil dari ketidakmampuan pemerintah mengelola administrasi negara. Banyak yang asli pejuang ditelantarkan, tapi yang aspal (asli sertifikat, palsu perbuatan) atau benar-benar palsu (karena punya sertifikat asli, tapi tak pernah dikenal di lingkungan komunitas yang jadi bahan cerita untuk kesaksian dalam kisah perjuangannya) justru mendapat tempat terhormat.
Peserta Peresemian Monumen dan Jalan Tentara Pelajar Kebumen 10 Nov 2000 |
Membedakan pejuang asli, aspal atau palsu sebenarnya cukup mudah. Yang asli senantiasan menjaga sikap mandiri (merdeka) secara ekonomi, sosial maupun politik. Dan tak pernah mau dibelas-kasihani. Sementara itu, yang aspal dan palsu mudah dikenali dari kebiasaannya mengumbar cerita dari suatu peristiwa yang tak pernah dialami serta menyukai formalitas yang atributif.