MENCARI KEMBALI JATIDIRI BANGSA - Bagian III


Reformasi Yang Kebablasan

Jatuhnya pak Harto disusul oleh semangat reformasi yang menggebu-gebu, baik reformasi politik maupun reformasi ekonomi. Sesungguhnya tidak ada contohnya dalam sejarah reformasi ekonomi yang dibarengkan dengan reformasi politik yang membawa keberhasilan. Glasnot dan Perestroika menghasilkan kehancuran Uni Sovyet. Yugoslavia mengalami nasib yang sama. Ketika gerakan reformasi menjelang kejatuhan pak Harto sudah diingatkan kepada tokoh-tokoh reformasi seperti Amin Rais tentang bahaya reformasi yang berbarengan itu, tetapi semangat reformasi yang berlebihan membuat para pengusung reformasi mencurigai semua fikiran yang menghambat. Kalau tidak sekarang, kapan lagi bias menggulingkan pak Harto, kata mereka. Mumpung pak Harto sedang terhuyung-huyung kita sikat sekalian berikut kroni-kroninya, begitu semangat mumpunya.
Limbah dari keterlantaran pembangunan jiwa bangsa ini mencuat selama proses reformasi dalam bentuk anarki, baik anarki di jalanan maupun anarki konstitusiona di Senayan. Eforia reformasi menjadi surge bagi kebebasan dalam segala bidang oleh setiap individu. Akibatnya otoritas pemerintah tidak efektif, ekonomi semakin semrawut, peluang korupsi semakin terbuka, asset berharga hilang, investor lari dan bangsa kehilangan arah. Amandemen demi amandemen hanya membuat jenis kelamin konstitusi menjadi tidak jelas. Banyak UU, PP dan Perda yang tumpang tindih. Habibie yang sebenarnya dihormati di dunia internasional justeru dilecehkan politisi yang sedang mengidap eforia demokrasi. Meski pemilu berlangsung secara jurdil dan sidang istimewa berlangsung sangat demokratis, tetapi MPR terkena musibah, terjadi kecelakaan sejarah, memilih presiden Gus Dur yang tidak memenuhi syarat kesehatan (fisik), Gus Dur yang dipilih dengan sangat terhormat kembali dilecehkan oleh yang memilih, di impeach sampai jatuh dengan alasan yang dibikin-bikin.
Sehabis Gus Dur muncul Megawati kemudian pemilihan secara langsung mengantar SBY menjadi presiden sejak 10 bulan lalu. Meski demikian suara sumbang, kritikan tajam, yang jujur konstruktip dan yang asal ngomong bersliweran dari Senayan maupun tokoh-tokoh selebritis politik.
Sungguh para pemimpin kita telah kehilangan kearifan, tidak mampu berfikir panjang, padahal perahu NKRI sedang diguncang oleh berbagai ombak, dalam dan luar negeri ?

This entry was posted in . Bookmark the permalink.

Leave a Reply