Sesungguhnya, pengalaman, semangat persatuan, perjuangan serta pengabdian kepada bangsa dan negara yang sepi ing pamrih, rame ing gawe semasa perang kemerdekaan Republik Indonesia adalah nyata, menjadi pengikat batin sesama pejuang kemerdekaan. Termasuk pelajar yang saat itu masih duduk di bangku sekolah setingkat SMP atau SMA atas inisiatif sendiri atau bersama yang lain bergabung dalam laskar-laskar perjuangan yang ada. Sebagian besar diantaranya masuk dalam berbagai kesatuan Tentara Pelajar. Banyak tindakan dan sikap luhur yang sepantasnya dapat dicontoh oleh generasi penerus dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Sadar akan tanggung jawab meneruskan perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka dianggap perlu adanya monumen Jalan Tentara Pelajar. Sangat diharapkan bahwa monumen yang akan diresmikan hari ini, Jum'at - 10 November 1989 berdampak positif bagi upaya pelestarian nilai-nilai kejuangan bagi generasi penerus. Khususnya para pelajar, mahasiswa, pemuda serta masyarakat umum di Kebumen akan mampu memaknai jiwa patriotisme dan semangat juang para pelajar pejuang kemerdekaan tersebut.
Keluarga besar Tentara Pelajar adalah kelompok masyarakat yang dengan suka rela ikut serta menggunakan hak selaku warga negara dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sejak awal Proklamasi sampai berakhirnya Perang Kemerdekaan dengan cara membentuk dan menjalankan kesatuan-kesatuan bersenjata dan tetap mempertahankan statusnya sebagai pelajar. Kedua peran itu diatur menurut kebutuhan dan kesempatan yang ada saat itu. Karena mengikuti proses belajar mengajar juga penting artinya bagi permbangunan di masa depan.
Perang Kemerdekaan I
Perjanjian Linggajati yang disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda mengalami kebuntuan dalam pelaksanaannya karena pihak Belanda menginginkan pengakuan kedaulatan atas wilayah-wilayah yang dikuasainya. Ada perlawanan sengit dari para pemimpin laskar perjuangan kepada pemerintah RI yang menyebabkan jatuhnya Kabinet Syahrir III pada tanggal 3 Juli 1947. Kemudian tentara pendudukan Belanda melancarkan aksi polisionil sepihak yang dikenal dengan sebutan Agresi Militer pada tanggal 27 Juli 1947 ke seluruh wilayah RI. Setelah berhasil menduduki Jawa Barat, pasukan Belanda melebarkan wilayah agresinya ke Jawa Tengah melalui Cirebon. Setelah menduduki Purwokerto, Belanda terus melakukan gerak maju ke arah Gombong melalui tiga jurusan yakni Sumpyuh, Sempor dan Ayah.
Buku Peresmian Monumen Jalan Tentara Pelajar di Kebumen |
Pasukan Tentara Pelajar dari Seksi 333 yang dipimpin David Sullistyanto dan Sumardi bersama laskar-laskar perjuangan lainnya melakukan taktik bumi hangus. Akibatnya, pasukan Belanda dapat ditahan oleh TNI di sekitar Desa Kemit yang merupakan perbatasan antara Gombong dan Karanganyar. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh TP untuk mundur ke arah Timur dan membentuk pertahanan di Karanganyar. Anggota pasukan TP Sie 333 ini tersebar di beberapa lokasi yakni Karanggayam, Candi, Wanareja, Kali Kemit dan Puring. Setelah berkumpul di Markas Karanganyar, sebagian diantaranya ditarik ke Purworejo dan digantikan oleh Seksi 335 pimpinan Sutrisno. Mereka ditempatkan di sepanjang garis demarkasi di Desa Grenggeng dan Kuwarasan. Kisah selanjutnya ada di sini.
Komandan Seksi 321, Anggoro di Mubes KBTP Kedu Selatan - Purworejo 1992 |
Staf Putri Markas Pusat Pelajar pada Markas Darurat Front Barat ATIATOEN saat ikut Mubes KBTP Kedu Selatan di Purworejo 1992 |
Pasukan Tentara
Pelajar Kebumen yang tergabung dalam Seksi 332 bermarkas di Kauman (sekarang
jadi gedung SMP Muhammadiyah 1 dipimpin oleh Sadar Sudarsono dan wakilnya
Panudju Widayat memperkuat pertahanan di sepanjang garis demarkasi, terutama di
Desa Candi dan Wanareja menggantikan Seksi 331 dan 333. Pada hari kedua
penugasan, seksi ini telah menghadapi gerak maju pasukan Belanda yang
dilengkapi berbagai senjata berat. Dalam pertempuran itu, Daryadi gugur dan kemudian dimakamkan di
Kebumen. Sementara Oentoeng
Soewito menderita luka
terkena serpihan kanon, Kalam tertembak di tangan kiri dan Soewarso tertermbak di paha kanan. Akhirnya,
pasukan TP dari Seksi 332 ditarik mundur dan digantikan Seksi 331 dari
Purworejo yang dipimpin oleh Toewoeh.
Pasukan ini ditempatkan di Desa Wanareja dengan tugas utama melakukan
pengintaian. Diantara waktu penugasan yang berlangsung sekitar dua minggu,
Seksi 331 menahan serangan 4 truk oenuh pasukan Belanda yang berasal dari arah
Desa Panjatan yang diperkuat tank. Pasukan Belanda berhasil dipukul mundur
setelah tank dilumpuhkan dengan trekbom yang di pasang di desa Panjatan.
Markas TP Kompi 330
Batalyon 300 berada di Hotel Van Laar Purworejo juga berfungsi sebagai asrama
bagi pasukan yang dikirim ke front Barat (Gombong dan sekitarnya). Akibat
perjanjian Renville, pasukan TP dari Batalyon 500 (Tegal dan Pekalongan) mundur
ke kantong gerilya dan bergabung dengan Kompi 330. Pada akhir Agustus 1947,
markas kompi 330 menerima kedatangan Kepala Staf Batalyon 300, Moedojo, yang membawa
surat perintah penugasan pasukan ke front Barat. Pasukan TP yang ditugaskan
saat itu berasal dari Seksi 321 yang dipimpin oleh Anggoro, Sementara itu,
komandan Kompi 320 yakni Tjok
Saroso Hoerip membawahi sejumlah pasukan TP yang ada di Jogja dan
pasukan Pelajar Sulawesi (Perpis) yang dipimpin oleh Maulwi Saelan. Kisah selengkapnya ada di sini dan di sini .